SLAWI – Komisi III DPRD Kabupaten Tegal memamerkan produk hukum Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kewenangan Jalan Kabupaten kepada Komisi III DPRD Kabupaten Pandeglang, Banten, kemarin. Perda inisiatif itu dibuat untuk mengakomodir jalan di wilayah Kabupaten Tegal yang belum ada kewenangannya dalam pengelolaan.
Kunjungan kerja Komisi III DPRD Kabupaten Pandeglang dipimpin Kumedi yang menjabat sebagai Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Pandeglang. Sementara itu, kunjungan tersebut diterima Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tegal, Bambang Romdhon Irawan dan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tegal, M Khuzaeni didampingi anggotanya, Adhitya Zulthon Prakosa.
“Kami ingin mengetahui proses pembangunan fisik di Kabupaten Tegal. termasuk, bagaimana cara pengawasan yang dilakukan DPRD untuk pelaksanaan proyek di Kabupaten Tegal,” kata Kumedi saat diterima di ruang Komisi III DPRD setempat.
Bambang Romdhon Irawan yang akrab disapa Irawan itu menuturkan, proses pembangunan fisik di Kabupaten Tegal tak lepas dari koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Komisi III selalu memberikan masukan agar proyek fisik diutamakan mutu pekerjaan. Oleh karena itu, beberapa kegiatan diminta untuk bahan baku pabrikan.
“Misalnya, drainase jalan menggunakan u-ditch keluaran pabrik. Aspal juga pabrikan, sehingga mutunya bisa dipertanggungjawabkan,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
M Khuzaeni yang akrab disapa Jeni menjelaskan tentang terobosan untuk penanganan jalan. Selama ini, banyak jalan terutama jalan penghubung desa yang belum ada kewenangan dalam pengelolaan. Pemerintah desa tidak berani memperbaiki jalan penghubung desa, karena desa hanya memiliki kewenangan jalan desa.
“Makanya, kami membuat Perda inisiatif tentang kewenangan jalan kabupaten. Perda ini masih dalam pembahasan,” terang politisi Partai Golkar itu.
Kasi Pendataan dan Informasi DPU Kabupaten Tegal, Panji Pri Prayoga menjelaskan, pelaksanaan proyek fisik di Kabupaten Tegal prinsipnya tepat mutu dan tepat waktu. Hal itu dilakukan dengan cara membagi kewenangan, yakni proyek di atas Rp 1 miliar menggunakan jasa konsultan, dan proyek di bawah Rp 1 miliar menggunakan pengawas lapangan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pekerjaan Umum.
“Sebelum pelaksanaan pekerjaan, DPU, penyedia jasa dan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) melakukan rapat koordinasi. Sejak awal sudah dikawal TP4D, sehingga pelaksanaan proyek sesuai dengan aturan,” pungkasnya.
Discussion about this post