SLAWI – Ketua DPRD Kabupaten Tegal H. Agus Salim, SE didampingi Wakilnya Rustoyo dan Rudi Indrayani, SH memimpin Rapat Paripurna Internal DPRD Kabupaten Tegal dalam rangka Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD terhadap 2 (dua) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tegal, yakni Raperda Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dan Raperda Pengarusutamaan gender Dalam Pembangunan Daerah, di Ruang Rapat Badan Anggaran setempat, senin (17/02/2020).
Pada kesempatan tersebut masing-masing fraksi menyampaikan tanggapan terhadap 2 (dua) Raperda Inisiatif DPRD Kabupaten Tegal. Secara berurutan sebagai tampil pertama dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) melalui juru bicaranya Moh. Faiq, SPi menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas kerja keras semua anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Tegal, yang telah berusaha maksimal untuk menyajikan rancangan Perda inisiatif tersebut.
Dalam pemandangan umunya terhadap Raperda Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, F-PKB berharap dengan adanya regulasi ini akan mempermudah dan menjadi perlindungan bagi keberadaan dan keberlangsungan PKL di Kabupaten Tegal. Disamping itu, agar pemerintah daerah segera menetapkan lokasi-lokasi PKL yang strategis agar PKL tidak lagi dianggap sebagai sumber keruwetan dan kekumuhan dengan mempertimbangkan pusat keramaian, ketertiban lalu lintas dan usulan PKL. Kemudian, sejauh mana efisiensi terkait TDU yang nantinya akan diwajibkan kepada PKL lama atau baru dalam hal ini kecepatan, ketepatan dan jaminan tidak adanya monopoli sepihak.
Sedangkan terhadap Raperda Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah, F-PKB menyatakan bahwa Raperda ini menjadi tujuan nyata Pemerintah Kabupaten Tegal dalam melibatkan peran gender dalam segala hal, sehingga Kabupaten Tegal sebagai kabupaten yang responsif gender. Untuk itu, F-PKB berharap agar indeks pembangunan gender dan indeks pemberdayaan gender harus selalu ditingkatkan sehingga pelaksanannya harus terpadu dan terkoordinasi di seluruh prangkat daerah.
Fraksi PDIP Perjuangan melalui Lina Agustina menyambut baik terhadap Raperda Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah, dengan harapan tidak hanya sebatas peraturan saja, tetapi dalam operasionalnya harus direalisasikan secara kuantitatif, yaitu adanya presentase minimal perempuan dalam suatu jenis pekerjaan, khususnya di instansi pemerintah maupun BUMN.
Kemudian terkait Raperda Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, F-PDIP memandang saat ini PKL masih dimarginalkan dalam agenda pembangunan. Untuk itu, akibat dampak buruk kebijakan mikro soisial ekonomi, diharapkan Pemda dapat memberikan solusi mengenai masalah PKL ini.
Menurut F-PDIP, PKL perlu diberikan ruang sosial untuk berinteraksi secara ekonomi. Selain itu, keberadaan PKL memiliki ketahahan yang cukup andal dibanding sektor lain, namun keberadaanya juga memiliki kerentanan cukup tinggi apabila tidak ditangani secara serius.
”F-PDIP meminta agar Pemda bisa berkomitmen dan dapat memberikan akses permodalan sesuai dengan Pasal 42 ayat 3 huruf b dalam raperda inisiatif ini” ujar Lina.
Pemandangan umum Fraksi selanjutnya dari F. P.Gerindra yang dibacakan oleh Ninik Budiarti, SM. Dalam pemandangan umumnya terhadap Raperda Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima menyatakan, pemerintah daerah bertanggung jawab untiuk mewujudkan kesejahteraan umum terutama bagi masyarakat secara komprehensif termasuk kelompok PKL. Untuk itu, PKL harus mendapatkan perhatian dan tidak boleh diabaikan oleh pemda karena mereka adalah kelompok dalam lapisan masyarakat yang harus dilindungi dan diberikan jaminan kesejahteraan secara ekonomi.
“PKL bukan justru dilarang tetapi seharusnya diberikan kesempatan berusaha agar terpenuhi haknya untuk penghidupanm yang layak sebagaimana diajmin dalam Pasal 27 ayat (20 dan 28 huruf A UUD 1945”, tegas Ninik.
Sedangkan terhadap Raperda Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah, F-P. Gerindra mendorong tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan. Kemudian, mendorong pencapaian pendidikan dasar bagi semua anak usia 7-15 tahun dan angka melek huruf usia 15-24 tahun, serta menurunkan angka kematian anak bagi bayi dan balita. Selain itu, diperlukan adanya data terpilah gender Kabupaten Tegal, agar dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perempuan dan laki-laki pada bidang-bidang sosial, ekonomi, pendidikan, ketenagakerjaan, politik dan pemerintahan serta perlindungan perempuan dan anak.
Fraksi P-Golkar melalui M. Khuzaeni, SE, SH mengatakan, permasalah terhadap PKL terutama adalah tempat dan lokasi para PKL, untuk itu pemda agar menyiapkan tempat dan lokasi para PKL. Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah anggaran pelatihan wirausaha dari APBD dan ditambah DD/ADD agar para lulusan dapat membangun usaha dan menumbuhkan para PKL baru. Kemudian terhadap Raperda Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah, F. P. Golkar hanya bertanya mengenai ide pokok, target dan sasaran apa yang akan dicapai dengan Reperda tersebut.
Pemandangan Fraksi kelima dari Partai P3-Nurani Rakyat melalui juru bicara Nurfasikha. Dikatakan, PKL memang harus benar-benar ditata dan dikelola oleh pemerintah melalui aturan-aturan yang mengikat, namun jangan sampai penyelesaian masalah sosial ini akan memunmculkan masalah sosial lainnya. Demikian juga masalah pengarusutamaan gender, masyarakat ingin sekali adanya kesamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, orang tua, anak muda dan orang-orang difabel. Selain itu, pengarusutamaan gender ini menjadi strategi pembangunan untuk mencapai suatu keadilan dan kesetaraan karena output pembangunan itu membuat seseorang berdaya. Oleh karena itu, F. P3 Nurani Rakyat berharap setelah perda ini diterbitkan, haraus ada kerjasama yang baik dari semua komponen dalam mengimplementasikan PUG ditengah masyarakat.
Pemandangan umum terakhir dari Fraksi Demokrat–Sejahtera (F.Desa) melalui H. Bakhrun, SH, MKn mengatakan, penataan, perlindungan dan pemberdayuaan PKL diperlukan sebagai usaha ekonomi kerakyatan agar memiliki daya usaha. Untuk itu pemda agar memiliki database dan lokasi PKL untuk dilakukan pembinaan dengan melibatkan pihak swasta, BUMD dan pemdes. F. Desa berharap, agar pemda membangun sentra-sentra PKL yang produktif dan memberikan ruang dan kepastian usaha PKL agar masuk dalam perkantoran dan pusat perbelanjaan. Namun F. Desa juga berharap penataan dan pemberdayaan PKL tidak menggangu estetika, kebersihan dan fungsi sarana dan prasarana dan tidak menggangu kelancaran lalu lintas serta tidak ada penggusuran PKL tanpa solusi.
Terhadap Raperda Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah, F. Desa berharap dapat melindungi hak perempuan dan membangun kemandirian gender. “Perlu ada penganggaran yang responsif gender, yang digunakan untuk meminimalkan kesenjangan gender yang dilaksanakan oleh perangkat daerah”. Ujar Bakhrun.
Discussion about this post