SLAWI – Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Tegal menyatakan setuju jika tenaga honorer yang tergabung dalam Persatuan Honorer Sekolah Negeri (PHSN) di Kabupaten Tegal digaji sesuai dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Namun, sebelum mendapatkan gaji tersebut, mereka harus diberi Surat Keputusan (SK) lebih dulu.
“Harus ada SK nya dulu. Entah SK bupati maupun kepala dinas terkait,” kata Anggota Fraksi Golkar, M Khuzaeni, Selasa (2/10).
Menurut Wakil Ketua Komisi III ini, SK sangat dibutuhkan oleh tenaga honorer. Selain untuk penertiban dan pendataan, juga untuk mengurus Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Jika sudah memiliki nomor urut tersebut, dipastikan para guru honorer bisa mengikuti program sertifikasi.
“Untuk itu, harus ada SK dan mendapatkan gaji UMK. SK untuk legalitas mereka. Sedangkan UMK, untuk kesejahteraan keluarga mereka,” kata politikus muda yang akrab disapa Jeni Bae ini.
Sementara, saat disinggung terkait dengan anggaran, Jeni menyatakan anggaran dapat diusahakan. Menurutnya, jika Pemkab menghendaki adanya kesejahteraan guru wiyata, tentu dapat mengalokasikan anggaran melalui APBD II.
“Kalau kita ingin punya guru yang berkualitas, maka mereka harus diberi kesejahteraan,” cetusnya.
Jeni juga menyarankan supaya ada moratorium ihwal penerimaan mahasiswa baru jurusan pendidikan profesi guru di universitas terbuka (UT). Karena jumlah mahasiswa yang lulus dengan kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan, tidak sebanding. Sebaiknya, UT membuka jurusan selain profesi guru.
“Saat ini, yang mencari kerja lebih banyak dibandingkan lowongan pekerjaannya. Utamanya yang berijasah sarjana pendidikan,” tukasnya.
Discussion about this post