Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tegal menerima audiensi sejumlah paguyuban pedagang pasar tradisional se Kabupaten Tegal di Ruang Banggar DPRD setempat, Senin 6 Januari 2025. Audiensi digelar terkait adanya keluhan para pedagang terhadap kenaikan tarif retribusi pasar elektronik dalam penerapan perda no 12 tahun 2021 tentang e retribusi.
“Sehingga, masih ada celah untuk para pedagang dari masing-masing paguyuban pasar tradisional ini agar bisa sama-sama enak. Kita akan dorong permasalahan ini agar segera dilakukan perbaikan, insya Allah besok kami akan melakukan pertemuan dengan dinas,” ujarnya didampingi Wakil Ketua Komisi II, Arip Budiono dan 3 anggota komisi yakni Noviatul Faroh, Ahmad Syaeful Bahri dan Mohammad Romly Faza. Dikatakan, pihaknya juga mengapresiasi atas sinergi paguyuban pasar tradisional di Kabupaten Tegal yang kompak dan mau memberikan waktunya untuk melakukan audiensi dan merumuskan bersama terkait permasalahan e retribusi. “Insya Allah kita (Komisi II) bakal memperjuangkan apa yang menjadi keluhan dari masyarakat untuk pelaksanaan e retribusi ini,” bebernya.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Tegal, Ahmad Saiful Bahri. Ia memahami apa yang menjadi keluhan dari para pedagang pasar lantaran kondisi ekonomi dan pasar yang masih sepi. Hanya saja, e retribusi ini adalah regulasi yang dirancang untuk bersama-sama merumuskan yang terbaik antara para pedagang pasar dan pemerintah daerah. Sebab, e retribusi ini bukan hanya persoalan pendapatan asli daerah saja, melainkan mengurangi dampak dari upaya oknum yang tidak bertanggung jawab. “Selain itu, pembayaran e retribusi ini bisa menekan biaya operasional yang tidak membutuhkan petugas pemungutan retribusi hingga pengurangan biaya kertas. Kemudian, bisa monitoring semua sirkulasi keuangan yang tidak mudah bocor,” jelasnya.
Sekretaris Forum Pedagang Pasar (FPP) Kabupaten Tegal Sri Amanto menuturkan, kenaikan retribusi yang sudah berjalan selama 4 tahun ini hasilnya carut marut.
Dia menilai, pelaksanaan Retribusi Elektronik atau e-retribusi tidak sesuai dengan Perda. Sebab, dari mulai Sumber Daya Manusia (SDM) hingga alat e-retribusi (Eret) tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Contohnya alat yang tidak memadai, SDM juga tidak paham, sehingga jatuhnya ke pedagang menjadi ruwet. Misal yang pakai barcode atau kartu yang tidak bisa terus dicatat masih menjadi manual. Adalagi yang tidak berangkat ke pasar (dagang), tetap mendapat tagihan (harus membayar retribusi),” kata Sri Amanto di hadapan Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tegal Muhammad Alfian Pradana, saat audiensi di Ruang Banggar.
“Kita juga tidak terlibat banyak dalam pembuatan perda itu, sehingga banyak pedagang pasar juga kaget setelah dilakukan e-retribusi. Karena, naiknya luar biasa, dari perda yang lama ke perda yang baru tentang e-retribusi naiknya hampir 100 persen. Ini kami sedih pak,” keluhnya.Dia berharap, pemerintah daerah dapat memberikan perhatian maksimal kepada para pedagang pasar tradisional.
“Kondisi pasar sekarang sepi, kalah dengan pasar online,” ucapnya sedih.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tegal, Muhammad Alfian Pradana mengaku bakal menampung semua aspirasi dari para pedagang pasar ini.
Pihaknya akan mengkaji untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Termasuk juga akan mengajak diskusi dengan dinas terkait untuk merumuskan regulasi yang adil.