SLAWI – Masyarakat diminta teliti dan waspada terhadap peredaran uang palsu (upal) di bulan ramadhan ini. Sebab, bulan yang penuh berkah ini kerap disalahgunakan oleh kawanan penjahat untuk mengedarkan upal. Hal itu diungkapkan anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tegal, Hj Noviatul Faroh, kemarin.
Menurut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, upal acap kali beredar di wilayah pasar dan pedesaan. Biasanya, pedagang terkecoh dengan upal lantaran jumlah pembeli juga banyak. Pedagang tidak bisa fokus yang akhirnya kawanan pengedar upal lancar melakukan aksinya. Mengingat hal itu, masyarakat harus lebih teliti dan hati-hati terhadap uang pecahan Rp 100 ribuan dan Rp 50 ribuan.
“Upal cenderung pecahan besar. Untuk itu, masyarakat harus waspada,” ucapnya.
Dia menyebutkan, pedagang yang kerap mendapatkan upal dari pembeli yakni pedagang pasar yang berada di wilayah perbukitan dan pegunungan. Karena mereka minim pengetahuan. Mereka juga tidak menyediakan mesin pendeteksi uang asli atau palsu. Mereka hanya bisa meraba dan menerawang kondisi uang. Padahal, untuk mendeteksi uang yang asli, ada beragam ciri-cirinya. Pertama, uang yang asli warnanya terang. Sementara kalau warnanya buram, biasanya palsu. Selanjutnya, di pojok kanan bawah terdapat optical variabel ink (OVI). OVI ini jika diperhatikan dari sudut pandang yang berbeda akan berubah warna dari warna hijau ke magenda. Sedangkan di sisi belakang uang asli pasti ada benang pengaman yang ditanam dalam uang.
Kemudian cara kedua, diraba. Uang kertas yang asli, apabila diraba-raba pada bagian angka, huruf, dan gambar pahlawan akan berasa kasar. Biasanya, uang palsu jika diraba terasa licin. Cara ketiga, yakni diterawang. Uang asli, jika diterawang pada sebelah kanan, terdapat gambar pahlawan. Kemudian jika diterawang di bawah nilai nominal uang, terdapat lingkaran bertuliskan Bank Indonesia.
“Cara itu sesuai dengan anjuran dari Bank Indonesia,” pungkasnya.
Discussion about this post