SLAWI – Pelaksanaan Pemilu 2019 yang digelar serentak berbarengan di Pemilihan Presiden (Pilpres) menyisakan sejumlah persoalaan. Salah satunya banyak petugas Kelompok Penyelanggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang meninggal dunia dan sakit akibat kelelahan. Kondisi itu harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu 2019.
“Pelaksanaan pemilu memang perlu dievaluasi, karena banyak petugas yang gugur. Baik KPPS, PPS, dan Panwas,” kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tegal, M Khuzaeni, kemarin.
Politisi muda Partai Golkar itu menilai, salah satu evaluasi yakni saat menghitung surat suara. Pada penghitungan itu, sebaiknya dilakukan secara serentak. Misalnya, surat suara Pilpres dihitung oleh petugas secara sendiri dengan didampingi para saksi. Begitu pula dengan surat suara Pileg dan calon anggota DPD.
“Penghitungan jangan dilakukan sendiri-sendiri. Itu membutuhkan waktu lama. Harusnya dihitung serentak,” sarannya.
Dijelaskan, perhitungan suara untuk satu kotak, membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Jika perhitungan dilakukan serentak, maka sekitar pukul 15.00 sudah selesai semua. Hal itu akan menyingkat waktu perhitungan yang bisa memakan waktu sekitar 10 jam.
“Rata-rata perhitungan di TPS sampai pukul 03.00. Jika ada kesalahan perhitungan, maka bisa sampai siang baru selesai,” ujarnya.
Apabila dihitung serentak, lanjut Jeni, tentunya harus ada penambahan jumlah petugas dan anggaran. Tak terkecuali dengan jumlah para saksi. Dia menyebut, langkah itu lebih efektif ketimbang pelaksanaan pemilu harus dipisahkan.
“Pemilu jangan dirubah, tetap 5 surat suara. Yang ditambah petugas dan anggarannya saja. Supaya petugas tidak kelelahan,” ujarnya.
Dengan adanya penambahan petugas, sambung Jeni, tentu area TPS juga harus diperluas. Sehingga saat melakukan penghitungan suara tidak brisik. Lokasi TPS bisa ditempatkan di ruang kelas sekolah atau di lahan yang luas.
“Saya yakin, cara itu bisa lebih cepat,” pungkasnya.
Discussion about this post