SLAWI – Kendati tempat lokalisasi di Kabupaten Tegal sudah ditutup total, tapi tindaklanjut pemberdayaan bagi para penghuninya tidak maksimal. Hal itu mengakibatkan banyaknya tempat prostitusi terselubung. Demikian diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, Hj Noviatul Faroh usai mengikuti Forum Lintas Perangkat Daerah Kabupaten Tegal, Senin (14/12).
Menurutnya, euforia penutupan sejumlah lokalisasi di Kabupaten Tegal telah menggemparkan masyarakat luas. Namun, gebrakan itu tidak dibarengi dengan pemberdayaan bagi para Pekerja Seks Komersial (PSK). Tak heran, mereka masih menjalani profesinya sebagai wanita penghibur dengan cara yang lebih rapih. Misal, melalui online atau media sosial. Setelah ada kesepakatan bertransaksi harga, mereka kemudian memanfaatkan fasilitas hotel atau penginapan yang tersebar di Kabupaten Tegal.
“Kami khawatir para PSK membuka di wilayah-wilayah lainnya. Bukannya membubarkan malah semakin menjamur di wilayah lain,” kata Ketua Fraksi PKB ini.
Dia menyatakan, penutupan lokalisasi Peleman di Desa Sidaharja, Kecamatan Suradadi dan lokalisasi Karanggondang di Desa Kesuben, Kecamatan Lebaksiu, belum ada tindaklanjut dalam pemberdayaan masyarakat. Walau sudah diberikan bantuan dan pelatihan, namun tidak ditindaklanjuti dengan pengembangan usaha. Hal itu membuat para PSK masih bergelut dengan dunia malam.
“Ini bukan hanya tugas Dinsos, tapi semua OPD harus ikut membantu menuntaskan prostitusi di Kabupaten Tegal. Tidak hanya ramai saat penutupannya saja,” cetusnya.
Terkait dengan pandemi Covid-19 di Kabupaten Tegal, Novi juga berharap penanganan penyebaran Virus Corona tidak hanya tugas Dinas Kesehatan (Dinkes), tapi juga menjadi tanggungjawab semua OPD. Sebab, virus itu telah mencapai level terbawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Kendati pandemi Covid-19 masih berlangsung, namun program-program lainnya harus tetap berjalan. Seperti program kematian ibu dan bayi, stunting, persiapan tenaga medis hingga kader posyandu,” pungkasnya.
Discussion about this post