Slawi -Beda pendapat antara Apindo dan buruh terkait isu kenaikan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) di Kabupaten Tegal kini menjadi bola panas yang terus bergulir.
Di tengah kondisi ekonomi global yang belum stabil, persoalan UMSK masih perlu kajian mendalam. Hal tersebut seperti dikatakan Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tegal Muhammad Alfian Adipradana.
“Apindo meminta UMSK ditangguhkan lebih dulu. Karena kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja,” ujar Alfian,
Dalam audiensi antara Komisi II DPRD dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Tegal, lanjut Alfian, pihak Apindo meminta agar penerapan UMSK ditangguhkan sementara. Alasannya, situasi ekonomi saat ini belum memungkinkan untuk menambah beban biaya tenaga kerja bagi perusahaan.
Dalam audiensi tersebut, turut hadir perwakilan dari Dinas Perindustrian, Transmigrasi, dan Tenaga Kerja (Perintransnaker) Kabupaten Tegal. Mereka memaparkan hasil kunjungan kerja ke Kabupaten Jepara dan Kota Semarang.
Dua daerah di Jawa Tengah itu sudah lebih dulu memberlakukan UMSK. Namun hasilnya ternyata tidak semulus harapan.
Menurut Alfian, pelaksanaan UMSK di dua daerah itu masih carut-marut dan belum sepenuhnya efektif.
“Dari hasil kunjungan ke Jepara dan Semarang, dinas di sana juga memberi imbauan agar UMSK ditangguhkan dulu. Meski sudah diberlakukan, tapi implementasinya belum berjalan optimal,” ujarnya.
Alfian menegaskan, Komisi II DPRD Kabupaten Tegal tidak menolak UMSK, namun mendorong agar seluruh pihak, Apindo, serikat pekerja, dan Dinas Perintransnaker duduk bersama untuk mencari solusi terbaik tanpa menimbulkan gejolak sosial.
“Kami minta semua pihak berkomunikasi dengan baik. Kalau hasil kajian dinas memang sebaiknya ditangguhkan, ya silakan. Kami hanya ingin kebijakan ini tidak menimbulkan kegaduhan,” tegasnya.
Meski demikian, serikat pekerja tetap mendesak agar UMSK di Kabupaten Tegal segera disahkan. Dalam pertemuan itu, perwakilan pekerja dari PT SAS Maribaya Tegal hadir langsung menyampaikan aspirasi.
Mereka menilai pekerja dengan risiko tinggi, seperti di sektor industri berat, layak mendapatkan upah sektoral yang lebih tinggi dibanding UMK biasa.
“Kalau UMK untuk pekerja dengan potensi kecelakaan kerja minim. Sedangkan UMSK berlaku bagi sektor berisiko tinggi. Karena itu, nilainya tentu lebih besar,” ujarnya.
Namun, Alfian mengingatkan bahwa pemberlakuan UMSK tidak bisa serta-merta dilakukan di satu perusahaan saja. Sebab, jika satu perusahaan menerapkan, maka perusahaan lain di sektor sejenis pasti akan menuntut hal yang sama.
“Khawatirnya, kalau satu perusahaan di Tegal mengesahkan UMSK, yang lain akan ikut menuntut. Ini bisa berdampak luas dan menimbulkan ketidakseimbangan,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tegal Sugono, menambahkan agar pemerintah daerah segera menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang investasi dan tenaga kerja.
Menurutnya, regulasi tersebut penting agar tidak terjadi benturan kepentingan antara pengusaha dan buruh di kemudian hari.
“Perda ini harus mengatur keseimbangan antara kepentingan investor dan perlindungan tenaga kerja. Supaya iklim investasi tetap nyaman, pekerja terlindungi, dan ekonomi daerah bisa terus tumbuh,” ucap Sugono.
Komisi II DPRD Kabupaten Tegal berjanji akan terus memfasilitasi dialog antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah daerah. Harapannya, keputusan terkait UMSK nanti bisa diambil secara bijak tanpa memicu polemik dan menjaga stabilitas ekonomi di Bumi Slawi Ayu






