Potensi politik uang dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Tegal pada 29 Oktober 2017, dinilai masih tinggi. Padahal, baik pemberi dan penerima politik uang bisa dikenakan saksi pidana. Dihimbau, masyarakat mulai meninggalkan praktek politik uang.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Tegal, Endang Suprapti saat acara parlementaria yang disiarkan secara langsung Radio Slawi FM di serambi barat Gedung DPRD setempat, Selasa (26/9).
Dikatakan, potensi politik uang dalam Pilkades serentak bulan depan, mulai tercium dari informasi warga. Warga bersedia mencoblos asalkan mendapatkan imbalan dari calon. a�?Kalau orang bilang wani piro
,a�? ujar anggota Fraksi PDIP itu.
Ia menyadari bahwa politik uang sulit untuk diberantas, mengingat masyarakat sudah sangat kental dengan parktik tersebut. Namun demikian, hal itu bisa diminimalisir dengan perubahan dari diri sendiri. a�?Ini menjadi tugas kita bersama baik pemerintah, parpol dan masyarakat sendiri,a�? katanya.
Menurut dia, politik uang dinilai akan merugikan masyarakat. Hal itu dikarenakan calon yang melakukan praktik itu, akan mengembalikan modal untuk menutup uang yang telah dikeluarkan. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk meninggalkan praktik politik uang.
a�?Semoga demokrasi semakin ditegakan,a�? harap Endang.
Sementara itu, anggota Komisi 1 lainnya, Hartono Sosrodjojo menuturkan, demokratis semakin dirasakan masyarakat Kabupaten Tegal dengan pelaksanaan Pilkades serentak pada 29 Oktober 2017. Hal itu dibuktikan dengan pendaftaran calon kades secara gratis. Masyarakat yang berkeinginan dan memiliki potensi bisa mengikuti perhelatan tersebut, tanpa dibebani dengan biaya.
a�?Bahkan, warga luar desa juga mendaftarkan diri menjadi calon kades. Aturannya memang diperbolehkan, dan panitia Pilkades harus bisa memahami itu,a�? pungkasnya.
Discussion about this post