KRAMAT – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Kertayasa, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, bermasalah. Pasalnya, panitia menarik biaya PTSL melebihi ketentuan. Warga yang tergabung dalam Forum Aspirasi Peduli Masyarakat Desa (FAPMD) menuntut uang pendaftaran yang melebihi dari aturan, dikembalikan.
Hal itu terungkap saat acara pertemuan antara warga dengan Pemerintah Desa Kertayasa di Pendapa Desa Kertayasa, Rabu (2/1) malam. Hadir dalam acara itu, Muspika Kramat, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tegal Khaeru Soleh, Kepala Desa Kertayasa Siswanto, dan panitia PTSL.
“Kalau sesuai aturan perbidang Rp 150 ribu. Sedangkan warga membayar antara Rp 400 ribu dan Rp 800 ribu perbidang,” kata Ketua FAPMD Kertayasa, Wahmad Toha.
Wahmad sangat menyayangkan kenapa di Desa Kertayasa peserta PTSL dimintai uang lebih dari aturan yang berlaku. Padahal, di wilayah Kecamatan Kramat, ada desa yang sama sekali warganya tidak dipungut biaya. “Di Desa Tanjungharja nol rupiah. Kenapa di sini biayanya besar,” cetusnya.
Salah satu anggota FAPMD, Indra, juga menyatakan jika uang pendataran biaya pembuatan sertifikat massal itu, tidak sesuai dengan SKB Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, Pembangunan Tertinggal dan Transmigrasi tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis. Dalam aturan itu, perbidang hanya dikenai biaya Rp 150 ribu.
“Jika melebihi dari itu, itu namanya pungli,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tegal, Khaeru Soleh mengaku kerap mendapat keluhan dari masyarakat di wilayah Kecamatan Kramat yang mendapatkan program PTSL. Walau mengeluh, tapi mereka tidak ada yang berani berontak atau komplain ke panitia maupun pemerintah desa.
“Keluhan mereka adalah kenapa biaya PTSL harganya mahal,” kata Soleh yang juga warga Desa Kertayasa itu.
Menurutnya, kenapa warga baru komplain sekarang, karena mereka baru tahu setelah mendengar secara langsung sambutan Presiden RI Joko Widodo saat berkunjung di GOR Indoor Trisanja Slawi, belum lama ini. Kala itu, Presiden mengatakan bahwa program PTSL hanya dibebani biaya Rp 150 ribu.
“Itu lah yang akhirnya PTSL ini menjadi polemik. Warga banyak yang protes,” terangnya.
Dia berharap, panitia PTSL harus transparan kepada warga ihwal dana tersebut. Minimal, panitia menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPj) kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak curiga. “Buatlah rinciannya dan diumumkan ke warga,” saran Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Sementara itu, Sekretaris PTSL Desa Kertayasa, Afif mengaku sebelum menambah biaya pendaftaran program PTSL tahun 2018 itu, pihaknya lebih dulu konsultasi dengan Bupati Tegal. Kala itu, bupati memperbolehkan biaya pendaftaran lebih dari Rp 150 ribu. Namun, bupati berpesan agar panitia harus berani mempertanggungjawabkan kepada masyarakat.
“Ketika bupati memperbolehkan lebih, maka kami menambahkan dari Rp 150 ribu menjadi Rp 400 ribu,” ujarnya.
Menurutnya, uang tersebut bukan untuk pribadi panitia, tapi digunakan untuk kebutuhan pembuatan sertifikat. Misalnya, untuk membeli materai, biaya patok, dan untuk honor panitia. Selain itu, juga untuk biaya transportasi dari Desa Kertayasa ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kami siap hitung-hitungan biaya itu untuk apa saja. Kami ada datanya semua,” ucapnya.
Kepala Desa Kertayasa, Siswanto menegaskan, terkait dengan biaya PTSL, bukan keinginan panitia maupun pemerintah desa. Tetapi warga atau peserta PTSL yang menghendaki harga tersebut. Dia siap membuktikan itu karena dirinya menyimpan data visualnya.
“Saya ada videonya. Bahkan, waktu itu ada perwakilan dari BPD yang menyaksikan harga itu,” tegasnya.
Dia menyayangkan sikap FAPMD yang mengharapkan biaya PTSL dikembalikan. Padahal, biaya tersebut sudah digunakan untuk biaya operasional. Warga juga merasa terbantu dengan adanya program PTSL itu. Selain murah, prosesnya juga cepat. Dibandingkan jika membuat sertifikat di notaris, biayanya mencapai Rp 6 juta per bidang.
“Sebelum kami membuka pendaftaran program PTSL, kami sudah menginformaksikan ke masyarakat. Kami keliling di setiap gang-gang desa menggunakan speaker,” pungkasnya.
Discussion about this post