SLAWI – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak gelombang II tahun 2018 di Kabupaten Tegal, tinggal menyisakan waktu sekitar empat hari terhitung sejak hari ini. Sejumlah calon kades di sejumlah desa dari 116 desa yang melaksanakan Pilkades serentak, sudah jor-joran membagikan uang dan sembako. Hal itu harus diantisipasi penyelenggara Pilkades untuk meminimalisir praktek money politik tersebut.
“Money politik dalam Pilkades sudah menjadi hal yang biasa, karena tidak ada lembaga yang mengawasi dan memberikan sanksi,” kata Anggota DPRD Kabupaten Tegal, M Khuzaeni, kemarin.
Dikatakan, praktek money politik di Pilkades agaknya menjadi embrio praktek money politik di tingkatan pemilihan lebih tinggi. Dalam Pilkades, praktek itu sudah menjadi hal yang wajar. Pasalnya, tidak ada lembaga yang melakukan pengawasan secara ketat, dan sekaligus memberikan saksi tegas. Panitia penyelenggara hanya berwenang melakukan kegiatan pemilihan. Sedangkan, tim pemantau juga tidak ada kewenangan untuk menindak parktek money politik.
“Hampir setiap desa yang melaksanaan Pilkades ada praktek money politik. Ini membuat masyarakat menjadi ketagihan. Jika ada pemilihan baik pemilihan anggota DPRD, pemilihan bupati dan pemilu lainnya, pasti yang ditanyakan soal uang,” terang Anggota Fraksi Golkar itu.
Lebih lanjut dikatakan, panitia pelaksanaan Pilkades juga tidak ada lembaga khusus yang melakukan pengawasnya. Bahkan, panitia memiliki kekuasaan penuh dalam pelaksanaan Pilkades. Salah satu contoh, di suatu desa ada panitia Pilkades yang menyurati Badan Permusyawaratan Desa (BPD) karena diduga tidak netral. Padahal, BPD yang membentuk panitia Pilkades.
“Harus ada perubahan Perda pelaksanaan Pilkades,” tegasnya.
Hal itu dibenarkan Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Tegal, Agus Salim. Ia menuturkan, praktek money politik di Pilkades belum diatur secara jelas. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar ada revisi Perda tentang Pilkades. Pasalnya, politik uang akan merusak demokrasi dan masyarakat. Masyarakat akan memilik calon yang memiliki uang banyak, ketimbang calon yang memiliki kemampuan.
“Pilkades sumber awal danya money politik, karena pengawasan tidak ada,” pungkasnya.
Kepala Bappermades Kabupaten Tegal, Prasetyawan menjelaskan, ketentuan Perbup Nomor 27 Tahun 2018 telah diatur dalam Pasal 43 ayat (1) huruf J, menegaskan pelaksana kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang dan/atau barang dan/materi kepada peserta kampanye/ masyarakat calon pemilih. Jika hal tersebut dilanggar dan dapat dibuktikan kebenaranya oleh panitia, maka diberi sanksi mulai dari peringatan sampai pencabutan hak kampanye atau digugurkan ikut pemilihan oleh panitia. Untuk membuktikan memerlukan waktu dengan proses hukum oleh Aparat Penegah Hukum (APH).
“Panitia yang melaporkan ke APH, dan dengan dasar putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan menjadi dasar pemberian sanksi pemberhentian pada kades terpilih, meskipun sudah dilantik,” jelasnya.
Discussion about this post