SLAWI – Komisi 1 DPRD Kabupaten Tegal menilai Peraturan Bupati (Perbup) tentang pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak tahap II tahun 2018, dinilai masih banyak kelemahan. Kondisi itu harus disikapi dinas terkait dan panitia Pilkades agar tidak menimbulkan persoalan dalam pelaksanaan Pilkades serentak yang akan digelar pada 17 Desember 2018.
“Harusnya pelaksanaan Pilkades serentak tahap 1 menjadi pelajaran untuk pelaksanaan Pilkades kali ini. Termasuk, coblosan simetris yang sebelumnya menjadi persoalan di Pilkades tahap 1,” kata Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Tegal, Agus Salim, kemarin.
Dikatakan, pelaksanaan Pilkades tahap II masih menggunakan Perbup yang sama, karena belum ada perubahan aturan dalam Perbup tersebut. Namun demikian, dinas terkait dan panitia pelaksanaan Pilkades harus mengantisipasinya. Salah satunya, coblosan simetris yang sempat ramai dalam pelaksanaan Pilkades tahap 1. Hal itu bisa diantisipasi dengan kesepakatan bersama panitia Pilkades. Panitia melegalkan melalui berita acara sesuai dengan hasil kesepakatan panitia.
“Berita acara juga harus diberitahukan kepada pengawas kecamatan. Kalau menurut saya, coblosan simetris tidak sah,” ujar Sekretaris DPC PKB Kabupaten Tegal itu.
Selain itu, lanjut dia, aturan dalam Perbup yang menyatakan pemilih harus minimal enam bulan menjadi warga desa setempat dengan dibuktikan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTPel), juga harus disikapi. Pasalnya, enam bulan sebelum mencoblosan yakni 16 Juni 2018, pemilih sudah harus memiliki KTPel atau surat keterangan pengganti KTPel. Padahal, saat ini masih banyak warga yang melakukan perekaman.
“Banyak warga yang belum ber KTPel dan banyak juga yang belum perekaman. Ini akan ada banyak warga yang tidak mencoblos,” tegasnya.
Ditambahkan, aturan lainnya yang disinyalir bisa menimbulkan masalah, yakni foto calon kades yang diseragamkan. Dalam aturan itu, latar belakang foto putih, jas warna hitam, dasi warna merah dan peci warna hitam. Baju seragam calon kades itu dinilai akan membingungkan masyarakat. Calon tidak memiliki ciri khas tersendiri, sehingga gambar terlihat sama bagi sejumlah masyarakat.
“Kenapa harus ada aturan itu. Kami mengetahui setelah Perbup disahkan, karena memang pembuatan Perbup tidak melibatkan DPRD,” pungkasnya.
Discussion about this post