SLAWI – Pabrik Gula (PG) Pangkah di Kabupaten Tegal terancam tutup. Hal itu dikarenakan gula tersebut tidak bisa dijual ke pasaran, karena diduga ada gula impor yang harganya lebih murah dari gula lokal. Kondisi itu sudah dialami PG Jatibarang di Kabupaten Brebes dan PG Sumberharji di Kabupaten Pemalang.
“Stok gula di PG Pangkah menumpuk, karena tidak laku dijual di pasaran. Ada gula impor yang lebih murah,” kata Anggota DPRD Kabupaten Tegal, Slamet, kemarin.
Anggota DPRD dari perwakilan Kecamatan Pangkah, Kedungbanteng dan Tarub itu, mendapatkan informasi tersebut dari sejumlah petani, dan karyawan PG Pangkah. Menurut Slamet, imbas dari gula impor, tidak hanya dikeluhkan oleh para petani. Tapi juga dialami oleh tenaga angkut tebu, tenaga tebang, dan karyawan PG. Mereka tentunya tidak bisa beroperasi karena harga gula lokal kalah dengan gula impor.
“Pemerintah harus menyikapi kondisi ini, karena jika dibiarkan PG Pangkah bisa gulung tikar. Banyak pengangguran, terutama petani yang tidak bisa bercocok tanam,” ujar Politikus PDI Perjuangan itu.
Hadirnya gula impor di Indonesia, kata Slamet, sangat berdampak negatif bagi Pabrik Gula. Belum lama ini, PG Sumber Harjo Pemalang dan PG Jatibarang Brebes juga sudah tidak beroperasi lagi. Ironisnya, karyawan dari kedua pabrik tersebut, nyaris tidak dapat pesangon. Meski dapat pesangon, tapi dibayar setiap bulan atau diangsur.
“Nasib karyawannya sangat kasihan sekali. Tunjangan pensiunannya banyak yang tertunda,” kata Slamet yang juga pernah menjadi pengurus asosiasi tebu di Kabupaten Tegal itu.
Slamet menduga, adanya gula impor itu diduga permainan dari oknum pemerintahan, yakni Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Pusat, dan Dewan Gula. Kedua lembaga itu diduga sengaja memasukkan gula impor ke Indonesia untuk kepentingan pribadi.
“Mungkin ini ada unsur politisnya,” pungkasnya.
Discussion about this post